Selasa, 07 Agustus 2012

OPTIMALISASI PERPUSTAKAAN KHUSUS DALAM MENINGKATKAN MINAT BACA



 

Drs. Anwar, MM

Pustakawan Madya Balitsereal, Maros

 

 

 

 

Pendahuluan
            Perpustakaan merupakan jantung sebagai suatu lembaga / Instansi yang memiliki kekuatan dan kemampuan langsung mempengaruhi hasil penelitian, pendidikan serta menentukan masa depan pendidikan itu sendiri.
            Keberadaan perpustakaan khusus pada suatu Instansi/Balai adalah sangat penting, ibarat tubuh manusia, perpustakaan adalah organ jantung yang bertugas memompa darah ke seluruh tubuh. Bahkan pada tepat pada bulan September dicanangkan sebagai bulan gemar membaca dan hari kunjung perpustakaan.
            Konon menurut Sahibul Hikayat, dalam Upacara Pencanangan Gerakan Membaca Nasional yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri pada tanggal 12 November 2003 di Istana Negara Jakarta, Menteri Pendidikan Nasional A. Malik Fadjar dan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno serta Kepala Perpustakaan Nasional Dady P. Rachmananta telah menandatangani Deklarasi Pencanangan Gerakan Membaca Nasional. Dari sepuluh butir pernyataan yang ditandatangani, di antaranya butir satu menyatakan Membentuk Badan Pengembangan Budaya Baca Nasional (BPBBN).
            Membaca adalah keterampilan yang pertama diajarkan guru kepada peserta didik. Oleh karena itu keberadaan perpustakaan sebagai suatu pusat infrmasi yang bermanfaat serta menambah wawasan sesuai perkembangan TI atau IPTEK. Namun demikian pustakawan sebagai ujung tombak dalam mengarahkan setiap pengunjung/pengguna untuk mencari informasi yang dibutuhkan, selain itu mengarahkan para pengguna perpustakaan bisa membaca dengan baik dan mempunyai minat baca yang tinggi.
            Pengertian membaca dalam kamus bahasa Indonesia (1991:72) adalah sbb: arti kata kerja (verb) baca atau membaca adalah melihat (1) melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati, (2) mengerja atau melafalkan apa yang tertulis (3) mengucapkan, (4) Mengetahui, meramalkan (5) menduga; memperhitungkan, memahami. Berdasarkan pengertian membaca tersebut ada 4 hal yang menjadi syarat agar kita dapat membaca dengan baik yaitu
1.      Pemahaman tentang huruf
2.      Pemahaman angka
3.      Pemahaman tentang gambar
4.      Pemahaman bahasa
        Membaca dapat digambarkan sebagai sebuah jendela untuk melihat, mengetahui, memahami dan menduga masa lalu, masa kini dan masa depan dunia menurut Admin. 2009. Ada beberapa manfaat yang dapat di peroleh dari membaca adalah:
(1). Meningkatkan kinerja otak IQ, EQ, SQ  (2). Mengembangkan daya imanjinasi dan kreativitas yang kuat (3). Menambah pengetahuan (4). Berbagi pengalaman hidup dengan topic cerita yang dibaca (5). Membuka wawasan yang luas (6). Mengembangkan keterampilan yang praktis (7). Menumbuhkan nilai etika dan moral sesame manusia (8). Mengekspresikan emosi dan perasaan yang dimiliki (9). Menajamkan daya ingat (10). Mengasah intelektual (11). Menambah keterampilan bahasa Indonesia yang baik.
Minat Baca
        Dalam Charles Welliaf seorang took pendidikan Amerika Serikat yang hidup tahun 1834-1926 mengatakan “Mau tahu siapa teman paling setia, tidak cerewet, gampang ditemui, sekaligus guru, yang bijak dan sabar? Jawabannya adalah Dialah buku”.
             Berdasarkan laporan World Bank Education in Indonesia From Crisis to Recovery (1998) kemampuan membaca anak-anak Indonesia masih rendah. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Vincen Greanary bahwa peserta didik di Indonsia kemampuan membacanya hanya (51,7) berada di urutan paling akhir setelah Filipina (52,6), Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5) Dalam. Ki Supriyoko: 2004). Oleh karena itu Ibu-ibu memberi  teladan bagi anak-anaknya untuk rajin membaca dengan melalui dongeng-dongeng serta mendapatkan informasi yang aktual. 
Rendahnya Kemampuan Baca
            Kemampuan membaca (Reading Literacy)  anak-anak Indonesia sangat rendah bila dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA) pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia, menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela yang menempati peringkat terakhir pada urutan  ke 30.
            Data di atas relevan dengan hasil studi dari Vincent Greannary yang dikutip oleh Worl Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education in Indonesia From Cricis to Recovery“ tahun 1998. Hasil studi tersebut menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak-anak kelas VI Sekolah Dasar kita  hanya mampu meraih kedudukan paling akhir dengan nilai 51,7 setelah Filipina yang memperoleh nilai 52,6 dan Thailand dengan nilai 65,1 serta Singapura dengan nilai 74,0 dan Hongkong yang memperoleh nilai 75.5
           Buruknya kemampuan membaca anak-anak kita sebagaimana data di atas berdampak pada kekurangmampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika. Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematies and Science Study (TIMSS)  dalam tahun 2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan  nilai 411 di bawah nilai rata-rata internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan mereka hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 di bawah nilai rata-rata internasioal 474. Dibandingkan dengan anak-anak Malaysia mereka telah berhasil menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang matematika  yang memperoleh nilai 508       di atas nilai rata-rata internasional. Dan dalam bidang ilmu pengetahuan mereka menduduki peringkat ke 20 dengan nilai 510 di atas nilai rata-rata internasional. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan di bawah negara-negara berkembang lainnya.
           United Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) sebagai suatu barometer dalam mengukur kualitas suatu bangsa. Tinggi rendahnya angka buta huruf akan menentukan pula tinggi rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index – HDI) bangsa itu.
Lemahnya Sarana dan Prasarana Pendidikan
            Salah satu faktor yang menyebabkan kemampuan membaca anak-anak kita tergolong rendah karena sarana dan prasarana pendidikan khususnya perpustakaan dengan buku-bukunya belum mendapat prioritas dalam penyelenggaraannya. Sedangkan kegiatan membaca membutuhkan adanya buku-buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi perpustakaan dalam menunjang proses pembelajaran.
            Faktor lain yang menghambat kegiatan anak-anak untuk mau membaca adalah kurikulum yang tidak secara tegas mencantumkan kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian, serta para tenaga kependidikan baik sebagai guru, dosen maupun para pustakawan yang tidak memberikan motivasi pada anak-anak peserta  didik bahwa membaca itu penting untuk menambah ilmu pengetahuan, melatih berfikir kritis, menganalisis persoalan, dan sebagainya.
Mewujudkan Lembaga Nasional Pembudayaan Membaca
                         Banyak pengalaman dari berbagai pihak dalam upaya “pengentasan rendahnya minat baca sejak tiga empat puluh tahun yang lalu hingga kini, baik melalui seminar-seminar, pembentukan organisasi-organisasi, namun hasilnya begitu-begitu saja. Saya beranggapan  bahwa upaya untuk pengentasan rendahnya minat baca masyarakat tidak akan membuahkan hasil optimal bilamana dilaksanakan secara sendiri-sendiri, terpisah-pisah dan terpotong-potong. Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Dalam Negeri, Departemen Agama, Perpustakaan Nasional dan lembaga-lembaga lain-lainnya tentu tidak akan dapat banyak diharapkan untuk mengatasi hal ini. Kegiatan mereka terlalu sarat dengan program-program rutinitas, yang tidak banyak menyentuh secara langsung soal-soal minat baca. Oleh sebab itu pembentukan sebuah Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca atau apapun namanya adalah suatu “solution to a problem“ dalam pengentasan rendahnya minat baca masyarakat kita.
                         Lembaga tersebut merupakan sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan bersifat independen. Artinya tidak di bawah kordinasi departemen apa pun,  meski dalam perencanaan dan operasional tetap berkoordinasi dengan departemen-departemen atau lembaga terkait lainnya karena tersangkut dengan sekolah, sistem pendidikan, kurikulum, perpustakaan, masyarakat dan lain sebagainya. . Oleh karena itu Ibu-ibu memberi  teladan bagi anak-anaknya untuk rajin membaca sejak dini.
                         Dalam Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat Membaca itu didalamnya terdapat para pakar seperti pakar pendidikan, pakar perpustakaan, pakar pemeritahan dan kemasyarakatan, pakar peneliti, pakar psikologi dan sosiologi dan lain-lain yang ada hubungan dengan masalah pembudayaan masyarakat membaca.





Daftar Pustaka
Baderi, Athaillah (2003),Gerakan Nasional Membaca ; Suatu Pemikiran  Ke Arah Akuntabilitas Pemerintah, Jakarta : Perpustakaa Nasional. RI
                           (2005), Kiat dan Strategi Meningkat Minat Baca Masyarakat ;  Teknis perpustakaan sekretariat Jenderal Departemen Dalam Negeri, Jakarta ; Departemen Dalam Negeri.
Delly H. Dadang, DR. M.Si (2005) Strategi Dinas Pendidikan, Dalam Meningkatkan Budaya Baca Masyarakat, Bandung : Ikatan Pustakawan Indonesia (IPI) Daerah Jawa Barat.
Doman, Gleen (1991 : 19) Mengajar Bayi Anda Membaca, penerjemah Ismail Ibrahim, Jakarta ; Gaya Favorit Press.
Hiroko, Yamanto (2001), Mengembangkan Minat Baca Masyarakat Jepang, Jakarta :  Gerakan Pemasyarakatan Minat Baca (GPMB)
Saleh, Abdul Rahaman. 2006. Peran Ibu Dalam menanamkan budaya baca di lingkungan Rumah Tangga
Tillaar, H.A. R (1999), Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan Nasional ; Dalam Prespektif Abad 21, Magelang : Indonesia Tera














0 komentar:

Posting Komentar