Selasa, 07 Agustus 2012

MOTIVASI KERJA PUSTAKAWAN TERHADAP PENGEMBANGAN PROFESI





Anwar Makkasau
Pustakawan Balitsereal

ABSTRAK
             Dalam memotivasi pustakawan, maka diperlukan tenaga profesional yang telah terdidik, sedangkan yang masih kurang diharapkan diberikan kesempatan untuk meningkatkan sumber daya manusia (sdm) dibidang perpustakaan, baik melalui pendidikan khusus maupun sifatnya training. Hal ini penting karena sejalan dengan harapan SK Menpan No. 18/Menpan/1988. Disamping dapat mempermudah bagii pustakawan untuk naik pangkat lebih cepat dibanding maksimal batas waktu yang telah ditentukan, serta menjalin positif sesama pustakawan serta mendorong/memtivasi kerja dalam pengembangan profesi.

Kata Kunci :  Motivasi; Pustakawan; Pengembangan Profesi.

ABSTRACT
            In motivating librarian, hence needed by professional energy which have is educated, while which still less expected to be given by opportunity to increase human  resource (SDM) in library area either through special education and also in character training. Matter is important because in line with SK MENPAN No.18/MENPAN/1988 expectation. Beside can water down to librarian to get promotion maximal compared to quicker of deadline which have been determined, and also braid is positive of librarian humanity and also push/ motivating job/activity in profession development.

Keyword : Motivation; librarian; profession development.

PENDAHULUAN
            Perkembangan globalisasi dan era informasi yang disertai dengan semakin terbukanya perdagangan bebas merupakan tantangan dalam pelaksanaan pembangunan bangsa Indonesia. Menghadapi tantangan tersebut, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan pembangunan antara lain dengan pendayagunaan aparatur negara dan peningkatan sumber daya manusia termasuk pustakawan.
            Profesi pustakawan bertugas mengelola pusat dokumentasi dan pusat informasi, serta mendokumentasikan dan memeberikan layanan informasi yang diperlukan oleh pengguna perpustakaan, pustakawan semestinya memiliki motivasi kerja yang tinggi agar produktivitasnya meningkat dan kinerjanya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang membutuhkan. Pustakawan tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa mereka adalah individu yang juga mempunyai kebutuhan, keinginan, dan harapan dari tempat bekerjanya. Hal ini berkaitan erat dengan kualitas hasil kerja pustakawan itu sendiri yang sesungguhnya dipengaruhi oleh motivasi kerja masing-masing individu.
            Motivasi kerja yang dimaksud adalah dorongan untuk melakukan segala sesuatu yang lebih baik dari lainnya dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi kerja dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemampuan individu, budaya organisasi, kepuasan kerja, serta sikap terhadap pekerjaaan itu sendiri. Dalam pengamatan ini akan memotivasi pustakawan agar hubungan antara kepuasan kerja dan sikap terhadap perkembangan profesi, khususnya pustakawan di kalangan perpustakaan Balitseral.
            Tujuan pengamatan ini adalah untuk mengetahui:
     Apakah motivasi kerja pustakawan tetap mengembangkan profesi.
     Motivasi kerja pustakawan dapat lebih meningkat sesuai tuntutan profesi.
     Pengembangan profesi diharapkan memotivasi kerja para pustakawan.
MOTIVASI DAN PENGEMBANGAN
            Pustakawan menurut SK Menpan No.18/Menpan/1988 yang disebut dengan pustakawan adalah Pegawai Negeri Sipil yang berijazah di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan perpustakaan dan dokumentasi pada unit-unit perpustakaan, instansi pemerintah dan atau unit lainnya. Bagi petugas perpustakaan  yang tidak berlatar belakang bidang studi perpustakaan tetap dapat disebut pustakawan bila yang bersangkutan pada tanggal 29 Februari 1988 sudah bertugas di perpustakaan  berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, berijazah/STTB setingkat SMTA, dan telah menduduki golongan ruang II/b (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 1992). Dalam hal ini, mengingat beragamnya latar belakang pendidikan dan masa kerja maka diputuskan untuk menyebut petugas perpustakaan tidak mutlak pustakawan.
Motivasi pustakawan menurut Marchant (1992),  kepuasan tidak selamanya menciptakan motivasi hendaknya dimiliki seseorang. Bila dikaitkan dengan teori Maslow maka kebutuhan aktualisasi diri serta kebutuhan Maslow maka kebutuhan aktualisasi diri serta kebutuhan penghargaan dan perwujudan diri (kebutuhan tingkat tinggi) adalah sama dengan kebutuhan intrinsik dari Herzberg. Selanjutnya kebutuhan tingkat rendah, yang meliputi kebutuhan fisiologis, kebutuhan atas keamanan, kebutuhan sosial, gaji yang diperoleh dan ketenangan bekerja adalah sama dengan kebutuhan ekstrinsik dari Herzberg (Kontz dan Weihrich, 1988).
Motivasi menurut Kamus besar Bahasa Indonesia adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas perbuatannya. Siagian (1989) menyatakan bahwa yang diinginkan seseorang dari pekerjaannya pada umumnya adalah suatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya sendiri dan bagi instansi.           Motivasi dapat digunakan untuk memperbaiki dan mengembangkan minat dalam rangka meningkatkan kinerja para  profesi pustakawan. Hal ini penting untuk menilai seberapa jauh hasil yang dicapai dengan adanya motivasi. Pustakawan atau pengguna perlu diminta pendapat mengenai sistem otomasi yang diterapkan. Masukan dari mereka ini sangat menentukan arah pengembangan layanan perpustakaan pada masa yang akan datang. Setiap perpustakaan  apapun jenisnya, dapat mengadakan bahan evaluasi terhadap pustakanya melalui pembelian, penukaran dan hadiah. Tidak sedikit masalah yang terjadi dalam melaksanakan setiap kegiatan tersebut yang dapat mengakibatkan kurang tersedia bahan pustaka baru yang diharapkan. Misalnya dalam pengadaan melalui pembelian sering terbentur pada ketersediaan dana yang kurang memadai, di samping masalah administrasi; pengadaan melalui penukaran terbentur pada ketersediaan bahan penukaran, karena oplah publikasi yang terbatas.
            Salah satu upaya untuk mengembangkan motivasi para pustakawan adalah meningkatkan pengetahuan dibidang perpustakaan melalui pendidikan, kursus, mengikuti penataran, simposium, seminar dsb. Dengan demikian kualitas pelayanan informasi akan menjadi lebih tepat dan cepat sesuai dengan dinamika yang diharapkan.
SUMBER DAYA MANUSIA
            Dalam era rformasi maka otomasi perpustakaan semakin dibutuhkan, pengelola perpustakaan dan pustakawan dituntut untuk selalu tanggap dengan perkembangan teknologi informasi. Pemahaman komputer merupakan syarat mutlak bagi pustakawan. Keengganan pustakawan untuk meningkatkan pemahaman tentang komputer dapat menyebabkan mereka tertinggal oleh perkembangan teknologi yang berlangsung begitu cepat.
            Untuk mencapai keberhasilan  penerapan  sistem otomasi tidak hanya tergantung pada kemampuan teknologi, melainkan juga pada sumber daya manusia yaitu pustakawan dan pengguna. Sumber daya manusia inilah yang bertindak sebagai pemikir (brainware). Oleh karena itu, pengetahuan, wawasan, dan sikap pustakawan terhadap penerapan sistem otomasi perlu terus ditingkatkan.
            Margrath (1982) menambahkan bahwa untuk membantu pustakawan dalam masa transisi, perpustakaan dapat melakukan setidaknya empat tahap sebagai berikut:1. Merencanakan pertemuan yang berkelanjutan dan terjadwal antara pembuat program dengan pustakawan yang terlibat dalam sistem otomasi. Pertemuan dimaksudkan untuk menjelaskan kemajuan dan perubahan serta menerima umpan balik dari pustakawan sebagai masukan. 2.  Membuat dan menciptakan suatu sistem untuk menanggapi masukan dari pustakawan sehingga mereka mengetahui bahwa masukan yang diberikan dapat diterima.
KESIMPULAN DAN SARAN
            Dari uraian di atas maka diperoleh gambaran bahwa pusat-pusat informasi hendaknya melengkapi sumber daya informasi, SDM serta cakupan bidang ilmu yang lengkap, baik dengan publikasi primer maupun skunder semaksimal mungkin. Serta memberikan motivasi dan dorongan yang kuat  tehadap keberhasilan mencapai sesuatu dalam berkarir, dan pertumbuhan profesional, sedangkan untuk faktor ekstrinsik, mereka tidak puas dengan kebijaksanaan institusi, pengawasan dari atasan, kondisi kerja, gaji/upah, dan ketenangan kerja.  Untuk dapat memperoleh informasi yang dibutuhkan secara efektif dan efisien, pengguna perlu memahami prinsip-prinsip kerja sistem temu kembali informasi terutama bila hendak menelusur informasi yang kompleks seperti hasil penelitian.

DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2001. Kepuasan dan motivasi kerja petugas perpustakaan: Studi Kasus pada Instansi Penelitian Kehutanan di Bogor. Jurnal Perpustakaan Pertanian 10(1) 2001: 10-14.

Hasibuan, Z.A. 1996. Kajian sistem temu kembali informasi: pergeseran paradigma dari orientasi pemakai. Dalam Prosiding Seminar Sehari Layanan Pusdokinfo Berorientasi Pemakai di Era Informasi: 41-48.

Suratman, Maman. 1993. Optimasi pengembangan koleksi perpustakaan riset. Jurnal Perpustakaan Pertanian II(1) 1993: 12-13.

Syaikhu HS, Akhmad. 2000. Manajemen otomasi perpustakaan. Jurnal Perpustakaan Pertanian 9(2) 2000: 35-39.

0 komentar:

Posting Komentar