Drs. Anwar, MM
Pustakawan Madya Balitsereal, Maros
Pendahuluan
Perpustakaan
merupakan jantung sebagai suatu lembaga / Instansi yang memiliki kekuatan dan
kemampuan langsung mempengaruhi hasil penelitian, pendidikan serta menentukan
masa depan pendidikan itu sendiri.
Keberadaan
perpustakaan khusus pada suatu Instansi/Balai adalah sangat penting, ibarat
tubuh manusia, perpustakaan adalah organ jantung yang bertugas memompa darah ke
seluruh tubuh. Bahkan pada tepat pada bulan September dicanangkan sebagai bulan
gemar membaca dan hari kunjung perpustakaan.
Konon menurut Sahibul Hikayat, dalam Upacara Pencanangan
Gerakan Membaca Nasional yang diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia
Megawati Soekarnoputri pada tanggal 12 November 2003 di Istana Negara Jakarta,
Menteri Pendidikan Nasional A. Malik Fadjar dan Menteri Dalam Negeri Hari
Sabarno serta Kepala Perpustakaan Nasional Dady P. Rachmananta telah menandatangani
Deklarasi Pencanangan Gerakan Membaca Nasional. Dari sepuluh butir
pernyataan yang ditandatangani, di antaranya butir satu menyatakan Membentuk
Badan Pengembangan Budaya Baca Nasional (BPBBN).
Membaca
adalah keterampilan yang pertama diajarkan guru kepada peserta didik. Oleh karena
itu keberadaan perpustakaan sebagai suatu pusat infrmasi yang bermanfaat serta
menambah wawasan sesuai perkembangan TI atau IPTEK. Namun demikian pustakawan
sebagai ujung tombak dalam mengarahkan setiap pengunjung/pengguna untuk mencari
informasi yang dibutuhkan, selain itu mengarahkan para pengguna perpustakaan
bisa membaca dengan baik dan mempunyai minat baca yang tinggi.
Pengertian
membaca dalam kamus bahasa Indonesia (1991:72) adalah sbb: arti kata kerja
(verb) baca atau membaca adalah melihat (1) melihat serta memahami isi dari apa
yang tertulis (dengan melisankan atau hanya dalam hati, (2) mengerja atau
melafalkan apa yang tertulis (3) mengucapkan, (4) Mengetahui, meramalkan (5)
menduga; memperhitungkan, memahami. Berdasarkan pengertian membaca tersebut ada
4 hal yang menjadi syarat agar kita dapat membaca dengan baik yaitu
1.
Pemahaman tentang huruf
2.
Pemahaman angka
3.
Pemahaman tentang gambar
4.
Pemahaman bahasa
Membaca dapat digambarkan sebagai sebuah jendela untuk
melihat, mengetahui, memahami dan menduga masa lalu, masa kini dan masa depan
dunia menurut Admin. 2009. Ada
beberapa manfaat yang dapat di peroleh dari membaca adalah:
(1). Meningkatkan
kinerja otak IQ, EQ, SQ (2).
Mengembangkan daya imanjinasi dan kreativitas yang kuat (3). Menambah pengetahuan
(4). Berbagi pengalaman hidup dengan topic cerita yang dibaca (5). Membuka
wawasan yang luas (6). Mengembangkan keterampilan yang praktis (7). Menumbuhkan
nilai etika dan moral sesame manusia (8). Mengekspresikan emosi dan perasaan
yang dimiliki (9). Menajamkan daya ingat (10). Mengasah intelektual (11).
Menambah keterampilan bahasa Indonesia yang baik.
Minat Baca
Dalam Charles Welliaf seorang took pendidikan Amerika Serikat yang hidup
tahun 1834-1926 mengatakan “Mau tahu siapa teman paling setia, tidak cerewet,
gampang ditemui, sekaligus guru, yang bijak dan sabar? Jawabannya adalah Dialah
buku”.
Berdasarkan laporan World Bank Education in Indonesia From
Crisis to Recovery (1998) kemampuan membaca anak-anak Indonesia masih
rendah. Berdasarkan hasil studi yang dilakukan Vincen Greanary bahwa peserta didik di Indonsia kemampuan
membacanya hanya (51,7) berada di urutan paling akhir setelah Filipina (52,6),
Thailand (65,1), Singapura (74,0) dan Hongkong (75,5) Dalam. Ki Supriyoko:
2004). Oleh karena
itu Ibu-ibu memberi teladan bagi
anak-anaknya untuk rajin membaca dengan melalui dongeng-dongeng serta
mendapatkan informasi yang aktual.
Rendahnya Kemampuan Baca
Kemampuan
membaca (Reading Literacy) anak-anak Indonesia sangat rendah bila
dibandingkan dengan negara-negara berkembang lainnya, bahkan dalam kawasan
ASEAN sekali pun. International Association for Evaluation of Educational (IEA)
pada tahun 1992 dalam sebuah studi kemampuan
membaca murid-murid Sekolah Dasar Kelas IV pada 30 negara di dunia,
menyimpulkan bahwa Indonesia menempati urutan ke 29 setingkat di atas Venezuela
yang menempati peringkat terakhir pada urutan
ke 30.
Data di atas relevan dengan hasil studi dari
Vincent Greannary yang dikutip oleh Worl Bank dalam sebuah Laporan Pendidikan “Education
in Indonesia From Cricis to Recovery“ tahun 1998. Hasil studi tersebut
menunjukkan bahwa kemampuan membaca
anak-anak kelas VI Sekolah Dasar kita hanya mampu meraih kedudukan paling akhir
dengan nilai 51,7 setelah Filipina yang memperoleh nilai 52,6 dan Thailand
dengan nilai 65,1 serta Singapura dengan nilai 74,0 dan Hongkong yang memperoleh
nilai 75.5
Buruknya
kemampuan membaca anak-anak kita sebagaimana data di atas berdampak pada
kekurangmampuan mereka dalam penguasan bidang ilmu pengetahuan dan matematika.
Hasil tes yang dilakukan oleh Trends in International Mathematies and
Science Study (TIMSS) dalam tahun
2003 pada 50 negara di dunia terhadap para siswa kelas II SLTP, menunjukkan
prestasi siswa-siswa Indonesia hanya mampu meraih peringkat ke 34 dalam kemampuan bidang matematika dengan nilai 411 di bawah nilai rata-rata
internasional yang 467. Sedangkan hasil tes bidang ilmu pengetahuan mereka
hanya mampu menduduki peringkat ke 36 dengan nilai 420 di bawah nilai rata-rata
internasioal 474. Dibandingkan dengan anak-anak Malaysia mereka telah berhasil
menduduki peringkat ke 10 dalam kemampuan bidang
matematika yang memperoleh nilai
508 di atas nilai rata-rata
internasional. Dan dalam bidang ilmu
pengetahuan mereka menduduki peringkat ke 20 dengan nilai 510 di atas nilai
rata-rata internasional. Dengan demikian tampak jelas bahwa kecerdasan bangsa kita sangat jauh ketinggalan
di bawah negara-negara berkembang lainnya.
United
Nations Development Programme (UNDP) menjadikan angka buta huruf dewasa (adult
illiteracy rate) sebagai suatu barometer dalam mengukur kualitas suatu
bangsa. Tinggi rendahnya angka buta huruf akan menentukan pula tinggi
rendahnya Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index – HDI)
bangsa itu.
Lemahnya Sarana dan Prasarana Pendidikan
Salah satu faktor yang menyebabkan
kemampuan membaca anak-anak kita tergolong rendah karena sarana dan prasarana
pendidikan khususnya perpustakaan dengan buku-bukunya belum mendapat prioritas
dalam penyelenggaraannya. Sedangkan kegiatan membaca membutuhkan adanya
buku-buku yang cukup dan bermutu serta eksistensi perpustakaan dalam menunjang
proses pembelajaran.
Faktor
lain yang menghambat kegiatan anak-anak untuk mau membaca adalah kurikulum yang
tidak secara tegas mencantumkan kegiatan membaca dalam suatu bahan kajian,
serta para tenaga kependidikan baik sebagai guru, dosen maupun para pustakawan
yang tidak memberikan motivasi pada anak-anak peserta didik bahwa membaca itu penting untuk
menambah ilmu pengetahuan, melatih berfikir kritis, menganalisis persoalan, dan
sebagainya.
Mewujudkan Lembaga Nasional
Pembudayaan Membaca
Banyak
pengalaman dari berbagai pihak dalam upaya “pengentasan rendahnya minat baca sejak tiga empat puluh tahun yang
lalu hingga kini, baik melalui seminar-seminar, pembentukan
organisasi-organisasi, namun hasilnya begitu-begitu saja. Saya beranggapan bahwa upaya untuk pengentasan rendahnya minat baca masyarakat tidak akan membuahkan
hasil optimal bilamana dilaksanakan secara sendiri-sendiri, terpisah-pisah dan
terpotong-potong. Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Agama, Perpustakaan Nasional dan lembaga-lembaga lain-lainnya tentu
tidak akan dapat banyak diharapkan untuk mengatasi hal ini. Kegiatan mereka
terlalu sarat dengan program-program rutinitas, yang tidak banyak menyentuh
secara langsung soal-soal minat baca. Oleh sebab itu pembentukan sebuah Lembaga Nasional Pembudayaan Masyarakat
Membaca atau apapun namanya adalah suatu “solution to a problem“ dalam pengentasan rendahnya minat baca
masyarakat kita.
Lembaga
tersebut merupakan sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang berada
dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan bersifat independen. Artinya
tidak di bawah kordinasi departemen apa pun,
meski dalam perencanaan dan operasional tetap berkoordinasi dengan
departemen-departemen atau lembaga terkait lainnya karena tersangkut dengan
sekolah, sistem pendidikan, kurikulum, perpustakaan, masyarakat dan lain
sebagainya. . Oleh karena itu Ibu-ibu memberi
teladan bagi anak-anaknya untuk rajin membaca sejak dini.
Dalam Lembaga Nasional
Pembudayaan Masyarakat Membaca itu didalamnya terdapat para pakar seperti pakar
pendidikan, pakar perpustakaan, pakar pemeritahan dan kemasyarakatan, pakar
peneliti, pakar psikologi dan sosiologi dan lain-lain yang ada hubungan dengan
masalah pembudayaan masyarakat membaca.
Daftar Pustaka
Baderi, Athaillah (2003),Gerakan Nasional Membaca ; Suatu
Pemikiran Ke Arah Akuntabilitas
Pemerintah, Jakarta :
Perpustakaa Nasional. RI
(2005), Kiat
dan Strategi Meningkat Minat Baca Masyarakat ; Teknis perpustakaan sekretariat Jenderal
Departemen Dalam Negeri, Jakarta ; Departemen Dalam Negeri.
Delly H. Dadang, DR. M.Si (2005) Strategi Dinas Pendidikan, Dalam
Meningkatkan Budaya Baca Masyarakat, Bandung : Ikatan Pustakawan Indonesia
(IPI) Daerah Jawa Barat.
Doman, Gleen (1991 : 19) Mengajar Bayi Anda Membaca, penerjemah
Ismail Ibrahim, Jakarta ; Gaya Favorit Press.
Hiroko, Yamanto (2001), Mengembangkan Minat Baca Masyarakat Jepang,
Jakarta : Gerakan Pemasyarakatan Minat
Baca (GPMB)
Saleh, Abdul Rahaman. 2006. Peran
Ibu Dalam menanamkan budaya baca di lingkungan Rumah Tangga
Tillaar, H.A. R (1999), Beberapa Agenda Reformasi Pendidikan
Nasional ; Dalam Prespektif Abad 21, Magelang : Indonesia Tera
0 komentar:
Posting Komentar