Anwar Makkasau
Pustakawan Balitsereal
Dalam memotivasi pustakawan, maka diperlukan
tenaga profesional yang telah terdidik, sedangkan yang masih kurang diharapkan
diberikan kesempatan untuk meningkatkan sumber daya manusia (sdm) dibidang
perpustakaan, baik melalui pendidikan khusus maupun sifatnya training. Hal ini
penting karena sejalan dengan harapan SK Menpan No. 18/Menpan/1988. Disamping
dapat mempermudah bagii pustakawan untuk naik pangkat lebih cepat dibanding
maksimal batas waktu yang telah ditentukan, serta menjalin positif sesama
pustakawan serta mendorong/memtivasi kerja dalam pengembangan profesi.
Kata Kunci : Motivasi; Pustakawan; Pengembangan Profesi.
In
motivating librarian, hence needed by professional energy which have is
educated, while which still less expected to be given by opportunity to
increase human resource (SDM) in library
area either through special education and also in character training. Matter is
important because in line with SK MENPAN No.18/MENPAN/1988 expectation. Beside
can water down to librarian to get promotion maximal compared to quicker of
deadline which have been determined, and also braid is positive of librarian
humanity and also push/ motivating job/activity in profession development.
PENDAHULUAN
Perkembangan
globalisasi dan era informasi yang disertai dengan semakin terbukanya
perdagangan bebas merupakan tantangan dalam pelaksanaan pembangunan bangsa
Indonesia. Menghadapi tantangan tersebut, pemerintah mengeluarkan beberapa
kebijakan pembangunan antara lain dengan pendayagunaan aparatur negara dan
peningkatan sumber daya manusia termasuk pustakawan.
Profesi pustakawan bertugas mengelola
pusat dokumentasi dan pusat informasi, serta mendokumentasikan dan memeberikan
layanan informasi yang diperlukan oleh pengguna perpustakaan, pustakawan
semestinya memiliki motivasi kerja yang tinggi agar produktivitasnya meningkat
dan kinerjanya dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi yang
membutuhkan. Pustakawan tidak dapat melepaskan diri dari kenyataan bahwa mereka
adalah individu yang juga mempunyai kebutuhan, keinginan, dan harapan dari
tempat bekerjanya. Hal ini berkaitan erat dengan kualitas hasil kerja
pustakawan itu sendiri yang sesungguhnya dipengaruhi oleh motivasi kerja
masing-masing individu.
Motivasi kerja yang dimaksud adalah
dorongan untuk melakukan segala sesuatu yang lebih baik dari lainnya dalam
melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan tertentu. Motivasi kerja dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain kemampuan individu, budaya organisasi,
kepuasan kerja, serta sikap terhadap pekerjaaan itu sendiri. Dalam pengamatan
ini akan memotivasi pustakawan agar hubungan antara kepuasan kerja dan sikap
terhadap perkembangan profesi, khususnya pustakawan di kalangan perpustakaan
Balitseral.
Tujuan pengamatan ini adalah untuk
mengetahui:
☼
Apakah motivasi kerja pustakawan tetap mengembangkan
profesi.
☼
Motivasi kerja pustakawan dapat lebih meningkat sesuai
tuntutan profesi.
☼
Pengembangan profesi diharapkan memotivasi kerja para
pustakawan.
MOTIVASI DAN PENGEMBANGAN
Pustakawan menurut
SK Menpan No.18/Menpan/1988 yang disebut dengan pustakawan adalah Pegawai
Negeri Sipil yang berijazah di bidang perpustakaan, dokumentasi, dan informasi
yang diberi tugas secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan
kegiatan perpustakaan dan dokumentasi pada unit-unit perpustakaan, instansi
pemerintah dan atau unit lainnya. Bagi petugas perpustakaan yang tidak berlatar belakang bidang studi
perpustakaan tetap dapat disebut pustakawan bila yang bersangkutan pada tanggal
29 Februari 1988 sudah bertugas di perpustakaan
berdasarkan keputusan pejabat yang berwenang, berijazah/STTB setingkat
SMTA, dan telah menduduki golongan ruang II/b (Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia, 1992). Dalam hal ini, mengingat beragamnya latar belakang pendidikan
dan masa kerja maka diputuskan untuk menyebut petugas perpustakaan tidak mutlak
pustakawan.
Motivasi pustakawan
menurut Marchant (1992), kepuasan tidak selamanya menciptakan motivasi
hendaknya dimiliki seseorang. Bila dikaitkan dengan teori Maslow maka kebutuhan aktualisasi diri serta kebutuhan Maslow maka kebutuhan aktualisasi diri
serta kebutuhan penghargaan dan perwujudan diri (kebutuhan tingkat tinggi)
adalah sama dengan kebutuhan intrinsik dari Herzberg.
Selanjutnya kebutuhan tingkat rendah, yang meliputi kebutuhan fisiologis,
kebutuhan atas keamanan, kebutuhan sosial, gaji yang diperoleh dan ketenangan
bekerja adalah sama dengan kebutuhan ekstrinsik dari Herzberg (Kontz dan Weihrich, 1988).
Motivasi menurut
Kamus besar Bahasa Indonesia adalah dorongan yang timbul pada diri seseorang
sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu tindakan dengan tujuan tertentu
atau usaha-usaha yang dapat menyebabkan seseorang atau sekelompok orang
tertentu bergerak melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang
dikehendakinya atau mendapat kepuasan atas perbuatannya. Siagian (1989) menyatakan bahwa yang diinginkan seseorang dari
pekerjaannya pada umumnya adalah suatu yang mempunyai arti penting bagi dirinya
sendiri dan bagi instansi. Motivasi dapat digunakan untuk
memperbaiki dan mengembangkan minat dalam rangka meningkatkan kinerja para profesi pustakawan. Hal ini penting untuk
menilai seberapa jauh hasil yang dicapai dengan adanya motivasi. Pustakawan
atau pengguna perlu diminta pendapat mengenai sistem otomasi yang diterapkan.
Masukan dari mereka ini sangat menentukan arah pengembangan layanan
perpustakaan pada masa yang akan datang. Setiap perpustakaan apapun jenisnya, dapat mengadakan bahan
evaluasi terhadap pustakanya melalui pembelian, penukaran dan hadiah. Tidak
sedikit masalah yang terjadi dalam melaksanakan setiap kegiatan tersebut yang
dapat mengakibatkan kurang tersedia bahan pustaka baru yang diharapkan.
Misalnya dalam pengadaan melalui pembelian sering terbentur pada ketersediaan
dana yang kurang memadai, di samping masalah administrasi; pengadaan melalui
penukaran terbentur pada ketersediaan bahan penukaran, karena oplah publikasi
yang terbatas.
Salah satu upaya untuk mengembangkan
motivasi para pustakawan adalah meningkatkan pengetahuan dibidang perpustakaan
melalui pendidikan, kursus, mengikuti penataran, simposium, seminar dsb. Dengan
demikian kualitas pelayanan informasi akan menjadi lebih tepat dan cepat sesuai
dengan dinamika yang diharapkan.
SUMBER DAYA MANUSIA
Dalam era rformasi
maka otomasi perpustakaan semakin dibutuhkan, pengelola perpustakaan dan
pustakawan dituntut untuk selalu tanggap dengan perkembangan teknologi
informasi. Pemahaman komputer merupakan syarat mutlak bagi pustakawan.
Keengganan pustakawan untuk meningkatkan pemahaman tentang komputer dapat
menyebabkan mereka tertinggal oleh perkembangan teknologi yang berlangsung
begitu cepat.
Untuk mencapai keberhasilan penerapan
sistem otomasi tidak hanya tergantung pada kemampuan teknologi,
melainkan juga pada sumber daya manusia yaitu pustakawan dan pengguna. Sumber
daya manusia inilah yang bertindak sebagai pemikir (brainware). Oleh karena itu, pengetahuan, wawasan, dan sikap
pustakawan terhadap penerapan sistem otomasi perlu terus ditingkatkan.
Margrath
(1982) menambahkan bahwa untuk membantu pustakawan dalam masa transisi,
perpustakaan dapat melakukan setidaknya empat tahap sebagai berikut:1.
Merencanakan pertemuan yang berkelanjutan dan terjadwal antara pembuat program
dengan pustakawan yang terlibat dalam sistem otomasi. Pertemuan dimaksudkan
untuk menjelaskan kemajuan dan perubahan serta menerima umpan balik dari
pustakawan sebagai masukan. 2. Membuat
dan menciptakan suatu sistem untuk menanggapi masukan dari pustakawan sehingga
mereka mengetahui bahwa masukan yang diberikan dapat diterima.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari uraian di atas maka diperoleh
gambaran bahwa pusat-pusat informasi hendaknya melengkapi sumber daya
informasi, SDM serta cakupan bidang ilmu yang lengkap, baik dengan publikasi
primer maupun skunder semaksimal mungkin. Serta memberikan motivasi dan
dorongan yang kuat tehadap keberhasilan
mencapai sesuatu dalam berkarir, dan pertumbuhan profesional, sedangkan untuk
faktor ekstrinsik, mereka tidak puas dengan kebijaksanaan institusi, pengawasan
dari atasan, kondisi kerja, gaji/upah, dan ketenangan kerja. Untuk dapat memperoleh informasi yang
dibutuhkan secara efektif dan efisien, pengguna perlu memahami prinsip-prinsip
kerja sistem temu kembali informasi terutama bila hendak menelusur informasi
yang kompleks seperti hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Muhammad. 2001. Kepuasan dan motivasi kerja
petugas perpustakaan: Studi Kasus pada
Instansi Penelitian Kehutanan di Bogor. Jurnal Perpustakaan Pertanian 10(1)
2001: 10-14.
Hasibuan, Z.A. 1996. Kajian sistem temu kembali
informasi: pergeseran paradigma dari orientasi pemakai. Dalam Prosiding Seminar Sehari Layanan Pusdokinfo Berorientasi
Pemakai di Era Informasi: 41-48.
Suratman, Maman. 1993. Optimasi pengembangan koleksi
perpustakaan riset. Jurnal Perpustakaan Pertanian II(1) 1993: 12-13.
Syaikhu HS, Akhmad. 2000. Manajemen otomasi
perpustakaan. Jurnal Perpustakaan Pertanian 9(2) 2000: 35-39.
0 komentar:
Posting Komentar