Rabu, 24 Juli 2013

Memaknai Budaya Baca


Drs. Anwar, MM
Badan Pengawas PKP-RI Kabupaten Maros
Pendahuluan
            Kebiasaan membaca sudah sering kita dengar, dimanapun kita berada selalu mempergunakan waktu luangnya untuk membaca. "Minat baca" perlu dilakukan setidaknya untuk keperluan praktis : sebagai landasan dalam melancarkan upaya promosi kebiasaan membaca. Definisi minat adalah dorongan hati yang tinggi untuk melakukan sesuatu, maka "minat baca" adalah dorongan hati yang tinggi untuk membaca. Keinginan membaca bukan karena faktor eksternal sebagai pemaksa untuk membaca, melainkan karena ada faktor internal sebagai pendorong untuk membaca. Motif kebiasaan membaca ada dua, pertama pengalaman mengasyikkan dari membaca itu sendiri (reading for reading) dan kedua pengetahuan dan pembelajaran untuk memenuhi tuntutan pendidikan, tuntutan pekerjaan dan tuntutan hidup. Memperhatikan tulisan Andi Prastowo 2012 dalam pendapat Ibrahim Bafadal. Pembinaan dan pengembangan minat baca adalah usaha memelihara, mempertahankan, dan meningkatkan minat baca yang memiliki kecenderungan-kecenderungan atau terdensi tertentu.
            Kunci kesuksesan belajar adalah membaca dan salah satu sarana belajar adalah diperpustakaan. Pertanyaan adalah apakah sebagian besar waktu kita kita pergunakan untuk membaca? Padahal banyak orang sukses melalui banyak membaca baik dari segi bisnis seperti pelaku koperasi, ekonomi maupun berbagai bidang lain. Oleh karena itu eksistensinya sebagai seorang anggota masyarakat yang berperadaban untuk memperoleh informasi terbaru, memperluas wawasan, menambah pengetahuan yang diharapkan berguna bagi perkembangan dirinya dan atau memenuhi kebutuhan dasar psikologisnya untuk berfikir  dan beriminjinasi.
                Minat baca telah menjadi pembicaraan hangat di kalangan pemerhati pendidikan, pemerhati perpustakaan, pustakawan, penerbit, dan masyarakat pada umumnya.  Selama dua dekade terakhir banyak tulisan diterbitkan di majalah, di surat kabar, maupun di situs Internet;  banyak talk show disiarkan radio maupun televisi; dan puluhan seminar atau sejenisnya telah dilangsungkan oleh mereka yang prihatin akan rendahnya minat baca masyarakat Indonesia. Juga sejumlah penelitian telah dilakukan mengenai minat baca. Sayangnya, semua itu  tampak tidak efektif. Minat baca kita masih tetap terpuruk. Lebih sayang lagi,  belum terlihat adanya kesamaan pemahaman tentang minat baca itu sendiri. Setelah membaca tulisan di surat kabar, majalah, makalah seminar dan laporan penelitian, kita bisa menyimpulkan bahwa para penulisnya tidak membedakan antara minat baca, dari kebiasaan baca,  dan budaya baca. Dari berbagai Setelah mendengarkan sejumlah talk show  kita bisa  dapat menyimpulkan bahwa pada umumnya pembicaranya mencampuradukkan pengertian saling mempertukarkan istilah minat baca, kebiasaan membaca, dan budaya baca.   Tulisan ini berupaya memaknai “minat baca”  dan menarik garis pemisah antara minat baca, kebiasaan membaca, dan budaya membaca. Meski tidak dapat ditarik garis pemisah yang tegas setegas garis tepi pada buku tulis, pemisahan itu janganlah ditepis. Garis pemisah antara ketiga istilah itu perlu ditarik walau terpaksa samar, karena dengan begitulah masalah minat baca bisa dengan jelas dipapar, dan langkah-langkah untuk mengatasinyapun bisa digelar.
Budaya Baca
            Masyarakat Indonesia mengenal budaya baca masih sangat rendah atau sangat memprihatinkan. Banyak faktor kenapa keadaan  yang memperhatinkan masih terjadi? Menurut Muhammad  Asroruddin, 2006. Alasan pertama adalah budaya yang sudah ada secara turu temurun. Kedua adalah penghasilan kebanyakan masyarakat Indonesia masih rendah sehingga buku masih dianggap barang mahal. Ketiga adalah sistem pendidikan di Indonesia belum menunjang tumbuh kembangnya budaya bac karena orientasinya memca untuk lulus bukan membaca untuk pencerhan sepanjang hidu. Keempat adalah keberadan perpustakaan belum memadai. Kesan masyarakat umum untuk perpustakaan masih dianggap tempat yang serius dan menyebabkan masih banysk alasan yang dapat kita daftar kalau kita ingin bicara tentang penghambat perkembangan budaya baca di Indonesia.
            Sosok Baramuli dikenal mampu hidup di semua zaman, karena dia banyak membaca, melihat dan mendengar.  Keberhasilan yang ditanamkan beliau adalah dituntun banyak membaca, dimana pak Baramuli dalam menjalani proses kehidupan terletak pada kemampuannya hidup dalam empat alam. Pertama figur Baramuli adalah tokoh yang mampu menempatkan diri sebagai publik fgur daerah yg sukses menjalankan tugas-tugasnya baik sebagai Kepala Kejaksaan Tingi Sulawesi maupun sebagai pengawas Jaksa Indonesia Timur. Kedua karena kemampuannya menangani maslah hukum sehingga dia dipercaya menjadi Gubernur Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dalam usia 29 tahun. Ketiga berhenti menjadi Gubernur Sulawei Utara dan Sulawesi Tengah pisah,  melibakan diri dalam arena bisnis. Keempat setelah sukses menangai bisnis di Poleko Group. Baramuli melibatkan diri di kanca politi, selama 20 tahun menjadi anggota DPR RI . Sebagai tokoh SULSEL  patut menjadi teladan, khususnya bagi bagi generasi muda, karena di tokoh mampu memperlihatkan prestasinya selama kepemimpinan Presiden  Soekarno, Soehato dan Habibie.
Minat baca
Mengingat “minat” per definisi adalah dorongan hati yang tinggi untuk melakukan sesuatu, maka “minat baca” adalah dorongan hati yang tinggi untuk membaca. Keinginan membaca bukan karena ada faktor eksternal sebagai pemaksa untuk membaca, melainkan karena ada faktor internal sebagai pendorong untuk membaca. Faktor internal itu ialah keinginan untuk mendapat pengalaman yang mengasyikkan dari kegiatan membaca. Pengalaman mengasyikkan itu boleh terdiri atas satu, atau gabungan dari beberapa macam perasaan: senang sampai tertawa, sedih atau terharu bahagia sampai berlinang air mata, takut sampai meringkuk, tegang sampai berdebar-debar, dan lain-lain. Pengalaman mengasyikkan ini menjadi sasaran utama yang ingin dicapai  melalui membaca. Menjadi tujuan dari membaca. Merupakan motif untuk membaca. “Minat baca”  membatasi maknanya sendiri pada “voluntary reading.” Suka-rela. Membaca demi membaca.   Minat baca (reading interest) tidak sama dengan kebiasaan membaca (reading habits) dan berbeda pula dari budaya baca (reading culture). Secara sederhana, minat baca adalah potensi untuk membaca secara suka-rela. Kebiasaan membaca adalah kegiatan beinteraksi dengan bahan bacaan secara teratur atau berulang. Minat baca akan menjadi kebiasaan membaca jika  tersedia bahan bacaan yang sesuai untuk dibaca dan ada cukup waktu untuk membaca. Pada kebiasaan membaca,  motifnya bukan lagi hanya untuk mendapat pengalaman emosional yang mengasyikkan tetapi juga untuk mendapat informasi atau pengetahuan baru.
Motif yang terakhir ini dipicu oleh faktor eksternal yang sifatnya memaksa. Misalnya, memaksa orang untuk membaca supaya sukses dalam pendidikannya. Kebiasaan membaca  motifnya bisa dua. Satu, pengalaman mengasyikkan dari membaca itu sendiri, reading for reading. Dua, pengetahuan dan pembelajaran untuk memenuhi tuntutan pendidikan, tuntutan pekerjaan, tuntutan hidup. Salah satu dari yang terakhir ini bisa lebih dominan dari yang lain. Jika motif dominannya adalah untuk  pemenuhan tuntutan pendidikan, maka kebiasaan membaca akan berkurang drastis kuantitasnya sesaat setelah tamat sekolah atau ujian skripsi. Faktor luar tidak lagi bersifat memaksa (compulsory) melainkan bersifat menghimbau (pseudo-compulsary) seperti misalnya professional reading. Beberapa hasil penelitian yang saya pelajari tentang minat baca membuktikan bahwa  para peneliti tidak membedakan ketiga istilah tadi dan sering saling mempertukarkannya. Akibatnya, ada hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa minat baca anak-anak di daerah yang mereka teliti rendah hanya karena rata-rata responden hanya membaca 15 menit per hari. Padahal sesungguhnya yang mereka ukur adalah kebiasaan membaca responden, bukan minat baca mereka.
Minat baca adalah potensi untuk membaca. Potensi untuk membaca itu  akan menjadi kebiasaan membaca jika ada cukup waktu untuk membaca dan ada bahan bacaan untuk dibaca. Sering atau tidak seringnya seseorang membaca  memang dapat menjadi indikator tinggi-rendah minat baca. Tapi indikator tersebut hanya bisa disebut sahih jika memasukkan faktor aksesibilitas responden terhadap bahan bacaan.  Sebab orang yang tinggi minat bacanya belum tentu sering membaca. Sebaliknya, orang yang membaca jarang, belum tentu dikarenakan minat bacanya rendah. 
Manfat Membaca
            Secara umum membaca adalah satu cara yang tertua melalui huruf sandi yang berlaku pada zamannya, seorang menyampaikan pesan-pesan  maupun lambang-lambang tersebut sehingga pembaca dapat mengetahui, mendalami dan mempelajari kehidupan, pandangan hidup yang pernah dianut dan dialami oleh unsur manusia pada masa sebelumnya. Disampni itu dengan membaca, seseorang dapat mengetahui tentang keadaan seseorang terkenal maupun tentang keadaan dunia dan masyarakat dimana ia berada maupun ditempat lain. Dengan membaca seorang memperluas cakrawala pemikiran dan memahami pribadi orang-orang benar dan ternal.
Menumbuhkan Minat Baca
            Dengan semakin berkembangnya TI (Teknologi Informasi) maka semaiki dibutuhkan orang yang mampu banyak membaca dan mampu menguasai IPTEK. Cara yang ditempu adalah dengan mengirim tenagaga perpustakaan/pustakawan baik pendidikan non gelar, S1, dan S2. Disamping itu peningkatan secara kualitas kolesi perpustakaan dengan cara menambah jumlah anggaran yang ada di perpustakaan.
Kesimpulan
Memaknai buda baca, kebiasaan membaca, dan budaya baca adalah tiga fase yang berbeda namun sinambung secara difusif dalam kronologi hidup manusia.  Minat baca ibarat bibit yang jika ditanam pada lahan yang tepat akan tumbuh menjadi kebiasaan membaca dan pada waktunya akan berbuahkan budaya baca. Sebagai bibit, minat baca harus ditanam dan dipelihara agar tumbuh menjadi minat baca. Kondisi yang dibutuhkan untuk menanam minat baca dan menumbuhkan minat baca yang kemudian menjadi budaya baca. Maka strategi yang dibutuhkan untuk masing-masing fase berbeda pula. Membaca merupakan modal utama memulai sukses dan cara termurah untuk dapat membaca adalah mengunjungi perpustakaan.
Upaya untuk menumbuhkan minat baca pada seorang anak sebenarnya adalah upaya untuk membuat dia tahu, membuat dia mengerti, bahwa pengalaman-pengalaman mengasyikkan dapat diperoleh dari membaca. Pengalaman berupa berbagai rasa yang mereka dapatkan setiap mendengarkan cerita yang dibacakan itu akan menumbuhkan minat baca dalam diri mereka. Hal ini juga mengajarkan mereka bahwa buku (dan bahan bacaan lain) adalah media yang dapat mendatangkan pengalaman mengasyikkan jika dibaca. Kelak jika mereka sudah pandai membaca, mereka akan gemar membaca, kerap membaca untuk menikmati sensasi dari membaca. Anak-anak dari orang tua yang biasa membacakan buku cerita kala senggang di rumah akan menjadi anak-anak yang gemar membaca di kemudian hari. Demikian juga anak-anak dari ayah-ibu yang sering membaca di rumah. Melihat orang tua mereka sering membaca, minat baca anak-anak akan tumbuh. Selain itu karena membaca merupakan kunci utama dalam usaha menambah ilmu pengetahuan, teknologi dan kehidupan pada gilirannya dapat mengantarkan setiap individu ingin berkembang.

Daftar Pustaka

Asroruddin, Muhammad Melongok. Buda Baca dan Tulis Masyarakat Jepang (http:// www.mail- arceivecom/clonn fkui@yahoogroups. com/msg00122.html) Sabtu, 9 Desember 2006

Kusuma, Bachtiar Adnan (ed.) 70 Tahun Baramuli Pantang menyerah.
          Jakarta : Yapensi, 2000.

Lasa H.S. Manajemen Perpustakaan di Indonesia. Bogor, 2005

Prastowo, Andi. Manjemen Perpustakaan Sekolah Profesional. Jogyakarta : Dva Prees, 2012

Simanjuntak, Melling. 2011.   Memaknai Hakikat Minat Baca untuk Tujuan Praktis. Majalah Visi Pustaka Vol.13 No.3 - Desember 2011






0 komentar:

Posting Komentar